Sunday, October 23, 2016

Luna (1)

Aku Luna.

Begitu selalu katanya.

Seperti bulan yang bersinar pucat di kemuraman malam. Bulan yang dilihat ibuku dari celah jendela ketika berjuang membawaku ke dunia. Yang memberinya alasan untuk terus mempertahankan hidup. Hidup yang tak layak dipertahankan.

Hidup seperti apakah yang tak layak dipertahankan? Tanyaku suatu kali.

Hidup yang dijalani dengan berlari, terjatuh, tersuruk, tersungkur, berdiri lagi untuk kemudian terjatuh lagi, dan merangkak tersaruk-saruk. Hidup seperti hidup ibuku.

Ibumu yang hingga kini masih terus bertahan hidup?

Ya.

And how's that?

Ia hanya mengangkat bahunya.


(Tangerang Selatan, bertahun-tahun lalu)

No comments:

Post a Comment