Sunday, October 23, 2016

Luna (2)

I'm not something special, katanya suatu kali.

Something.

Ya. Dan tidak istimewa sama sekali.

Aku hanya diam.

Karena hari ini hari ulang tahunku, lanjutnya. Dan tidak satu orang pun ingat.

Sudahlah, banyak orang bahkan tidak tahu hari ulang tahunnya. Bersyukurlah kau masih bisa ingat ulang tahunmu sendiri.

Tapi kau tahu kan, akan beda ceritanya kalau hari ini Aryo yang berulang tahun? Luna memandangku dari sudut matanya.

Tanpa bisa kucegah, pikiran yang sejak tadi kutahan-tahan membebaskan dirinya di kepalaku dan mulai merembet ke mana-mana. Kalau hari ini ulang tahun Aryo, ceritanya memang pasti berbeda.
Aku tahu, ini bukan tentang ulang tahun dan kuenya. Bukan juga tentang feminisme seperti yang dituduhkan orang-orang. Ah. Aku bahkan tidak tahu ini tentang apa.

Untuk sesaat kami terdiam.

Sore itu panas dan berdebu, Hanya ada hembusan angin dan deru mobil yang menghamburkan butir-butir debu ke udara. Kering.


Luna, aku tak tahu peran apa yang sedang kau mainkan saat ini. Aku tidak berani menunjukkan ketidakmengertianku akan dirimu.  Aku tidak ingin kau tahu, bahwa aku, orang terdekatmu, juga sudah mulai kehilanganmu. Karena kau akan berkata kalau aku pun, pada akhirnya meninggalkanmu. Dan kau akan semakin yakin kalau langit perlahan-lahan runtuh di atas kepalamu.

Kuputuskan untuk tetap diam, dan menemaninya berjalan di sepanjang jalan yang berdebu sore itu.

No comments:

Post a Comment