Friday, March 27, 2020

Kabar Duka Keempat



"Halo?"

"Halo? Ya Buk?"

"Aku baru teirma kabar duka."

"Oh..."

"Temanku waktu SMP kemarin meninggal dunia. Sakit jantung."

"Innalillahi wainna ilaihi rojiuun."

"Dia seumur aku. Kakaknya, temanku satu sekolah juga, sekarang lumpuh habis operasi kaki, pengapuran seperti aku juga."

Aku diam. Tidak tahu harus berucap apa. Seringkali aku merasa, dalam situasi seperti ini, kata-kata jadi tidak berarti. Seringkali, kata-kata jadi basi.

"Dia belum menikah."

"Oh..."

"Seumur aku, dan belum menikah. Padahal dia kepingin sekali menikah, punya keluarga."

Aku masih terdiam. Semakin tidak tahu harus berkata apa.

"Aku takut juga. Sudah empat orang berarti temanku meninggal karena serangan jantung dalam setahun ini."

"Sudah Buk, cukup sampai di situ berpikirnya. Sekarang yang penting Ibuk berdoa. Doakan mereka, berdoa juga buat Ibuk, jaga kesehatan, hidup bahagia. Sudah jangan mikir yang lain-lain lagi. Sudah usia segini, yang dipikir cuma bagaimana hidup tenang bahagia, wis itu saja.

Ibuk terdiam beberapa saat. Aku terpikir, apakah aku sudah menyinggung perasaannya. Kadang aku merasa kasihan pada orang-orang di sekitarku, yang merasa dekat denganku. Perasaan itu bukannya bertepuk sebelah tangan. Aku pun merasa kedekatan emosional yang sama dengan mereka. Tapi tidak banyak yang bisa kutawarkan dari diriku. Menenangkan orang sedih saja aku kikuk tergagap-gagap.

"Iya sih. Kamu benar. Didoakan saja sudah paling betul."

"Iya Buk." Aku menghela napas lega.

"Ya sudah. Kamu kerja lagi sana. Aku mau solat. Mau doakan mereka."

"Iya Buk, sudah ya. Wassalamualaikum."

Aku meletakkan gagang telepon kembali di tempatnya. Kehilangan orientasi untuk sesaat, memandangi monitor laptop yang penuh dengan balok dan lingkarang warna-warni. Apa yang sedang kuketik tadi? Apa yang sedang kulakukan tadi ketika Ibuk di rumah menerima telepon yang menyampaikan kabar duka?

Ini kabar duka keempat di tahun ini.

Dan ini masih bulan Maret.







No comments:

Post a Comment